ASFIKSIA
NEONATORIUM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir adalah individu yang memiliki kemampuan
gerak terbatas, sehingga bayi membutuhkan perawatan dari seorang ibu yang
intensif. Karena berbeda seperti bayi saat didalam rahim. didalam rahim bayi
bergerak bebas karena bayi selalu mendapat asupan nutrisi langsung yang
disampaikan melalui placenta. Setelah bayi lahir dan tali placenta dipotong
segera dari bayi, maka sirkulasi placenta yang berfungsi sebagai penghantar
nutrisi kepada bayi terputus, sehingga bayi harus beradaptasi dengan lingkungan
yang berbeda.
Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki kadar gula diatas
normal sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sebab bayi harus memenuhi
kadar gula yang seimbang sehingga bayi kekurangan kadar gula. Biasanya terjadi
pada bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram.
Bayi baru lahir rentan terhadap penyakit, sehingga orang tua
harus dengan cermat menjaga kesehatan bayi, misalnya memberikan nutrisi yang
cukup kepada bayi, pemberian ASI EKSKLUSIF, menjaga kebersihan diri pada bayi
baru lahir, menjaga kebersihan pakaian pada bayi, menjaga kebersihan lingkungan
pada bayi sehingga bayi tidak mudah terserang penyakit yang dapat membahayakan
bayi dan jangan lupa membawa bayi untuk imunisasi setiap jadwal yang sudah
ditentukan agar tidak terjadi resiko cacat pada bayi.
Angka
kematian bayi baru lahir di Indonesia menurut SDKI 2002/2003 adalah 20/1.000
kelahiran hidup. Salah satu penyebab utama kematian bayi yang baru lahir adalah
asfiksia bayi baru lahir. Faktor yang berkaitan dengan terjadinya Asfiksia
yaitu faktor ibu, faktor persalinan, faktor janin dan faktor
plasenta. Faktor ibu meliputi usia ibu waktu hamil, umur kehamilan saat
melahirkan, status kesehatan, status paritas, dan riwayat obstetri.
Penyakit
saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang
paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran
pernafasannya masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping
faktor organ pernafasan , keadaan pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi
oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi, terdapatnya sakit
perut, atau lambung yang penuh. Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan
dengan mengamati gerakan dada dan atau perut.
Neonatus
normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila anak sudah dapat
berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola pernafasan normal adalah
teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena
pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi
otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa
kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu.
Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan
organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak
bayi baru lahir. Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir
(BBL) termasuk respiratory distress syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory
distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi premature.
Dalam kesempatan kali ini akan di bahas tentang asfiksia neonatorum dan
sindrom gangguan nafas yang akan di bahas pada BAB II.
1.2 Tujuan
·
Untuk mengetahui pengertian, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, mafeskasi klinik, komplikasi, diagnose, penatalaksaan klink
asfiksia neonatorum.!
·
Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, diagnose, dan penanganan terhadap sindrom
gangguan nafas.!
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 ASFIKSIA
NEONATORIUM
- DEFINISI
ü Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru
lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan.
(Mochtar, 1989)
ü Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak
dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
(Manuaba, 1998)
ü Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ
vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia
(peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
Asfiksia
adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.
Asfiksia Neonatorum adalah suatu
keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur pada
saat segera setelah lahir yang di tandai dengan keadaan O2 dalam darah rendah (
hipoksemia ),sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 (
hiperkarbia ) dan asidosis yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
lanjut.
Hal ini disebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang
timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang
mungkin timbul.
- KLASIFIKASI
Atas dasar pengalaman klinis,
Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :
- "Vigorous
baby'' skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerkikan istimewa.
- "Mild-moderate
asphyxia" (asfiksia sedang) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis
akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang
baik atau baik, sianosis, refick iritabilitas tidak ada
- Asfiksia
berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan' frekuensi jantung
kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang
pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
Asfiksia berat dengan henti jantung
yaitu keadaan : Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap., Bunyi jantung bayi menghilang post partum.
- ETIOLOGI
Asfiksia
janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas atau
pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir serta dapat berlangsung secara
menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara
mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang
buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, jantung dll. Faktor-faktor
yang timbul dalam persalinan yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa
gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi
pernapasan karena obat-obatan anestesia/ analgetika yang diberikan ke ibu,
perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia
saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru dll. Sedangkan faktor dari pihak ibu
adalah gangguan his misalnya hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu
karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia, ganguan mendadak pada plasenta
seperti solusio plasenta.
Hampir sehagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan
kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan
persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan
hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Towel (1996) mengajukan penggolongan
penyebab kegagalan pernapasan pada bayi terdiri dari :
1.Faktor
Ibu
a.
Hipoksia ibu
Terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal
ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b.
Gangguan aliran darah uterus.
Mengurangnya
aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke
plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada :
-Ganguan
kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat
penyakit atau obat.
-
Hipotens mendadak pada ibu karena perdarahan
-
Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2.
Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas
dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan
lain-lain.
3.
Faktor Fetus
Kompresi
umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4.
Faktor Neonatus
Depresi
pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena : :
1.
Pemakaian obat anestesia/analgetika
yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat
pernafasan janin.
2.
Trauma yang terjadi pada persalinan,
misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia
diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan
lain-lain.
3.
Bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan)
4.
Persalinan dengan tindakan
(sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
Penyebab
asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
- Asfiksia dalam kehamilan
a.
Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c.
Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e.
Anemia berat
f.
Cacat bawaan
g. Trauma
- Asfiksia dalam persalinan
- Kekurangan O2.
- Partus lama (CPD, rigid serviks
dan atonia/ insersi uteri
- Ruptur uteri yang memberat,
kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
- Tekanan terlalu kuat dari
kepala anak pada plasenta.
- Prolaps fenikuli tali pusat
akan tertekan antara kepaladan panggul.
- Pemberian obat bius terlalu
banyak dan tidak tepat pada waktunya.
- Perdarahan banyak : plasenta
previa dan solutio plasenta.
- Kalau plasenta sudah tua :
postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
- Paralisis pusat pernafasan
- Trauma dari luar seperti oleh
tindakan forceps
- Trauma dari dalam : akibat obet bius.
- PATOFISIOLOGI
Pernafasan
spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang
bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat
perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg
gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2
selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini
akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung
kepada berat dan lamanya asfiksia.
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu
(Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi
akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak
tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea).
Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping
adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan
keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas
mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh
bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh ,
sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam
organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis
metabolik.
Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi
fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel
jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan
pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya
resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem
tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang
terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang
terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
- MANIFESTASI KLINIK
1.
Pada Kehamilan
·
Denyut
jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
• Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
• Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
• Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2.
Pada bayi setelah lahir
a.
Bayi pucat dan kebiru-biruan
b.
Usaha
bernafas minimal atau tidak ada ( Bayi
tidak bernafas atau nafas megap-megap )
c.
Hipoksi
d.
Asidosis metabolik atau respirator
e.
Perubahan fungsi jantung
f.
Kegagalan sistem multiorgan
g.
Kalau sudah mengalami perdarahan di
otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/
tidak menangis.
h.
RR>
60 x/mnt atau < 30 x/mnt
- KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia
neonatus antara lain :
- Edema otak & Perdarahan
otak
Pada
penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
- Anuria
atau oliguria
Disfungsi
ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi.
Pada
keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti
mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine
sedikit.
- Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
- Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
- DIAGNOSIS
~ Anamnesis : Gangguan/kesulitan
waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.
~ Pemeriksaan fisik
:
Nilai Apgar
Klinis
|
0
|
1
|
2
|
Detak jantung
|
Tidak ada
|
< 100
x/menit
|
>100x/menit
|
Pernafasan
|
Tidak ada
|
Tak teratur
|
Tangis kuat
|
Refleks saat
jalan nafas dibersihkan
|
Tidak ada
|
Menyeringai
|
Batuk/bersin
|
Tonus otot
|
Lunglai
|
Fleksi
ekstrimitas (lemah)
|
Fleksi kuat
gerak aktif
|
Warna kulit
|
Biru pucat
|
Tubuh merah
ekstrimitas biru
|
Merah seluruh
tubuh
|
Nilai
0-3 : Asfiksia berat
Nilai
4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan
pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi
bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
~ Pemeriksaan penunjang :
·
Foto polos dada
( baby gram )
·
USG kepala
·
Laboratorium :
darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit Pemeriksaan darah Kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar
PaO2, PH
~
Pemeriksaan diagnostik
·
pemeriksaan fungsi paru
·
Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
·
Gambaran patologi
~
Penyulit
Meliputi berbagai organ yaitu :
- Otak : hipoksik iskemik
ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
- Jantung
dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru,
edema paru
- Gastrointestinal
: enterokolitis nekrotikans
- Ginjal :
tubular nekrosis akut, SIADH
- Hematologi
: DIC
- PENTALAKSANAAN KLINIK
Tindakan
untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
• A= memastikan saluran nafas
terbuka
ü Meletakan
bayi dalam posisi yang benar
ü Menghisap
mulut kemudian hidung k/p trachea
ü Bila
perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
• B= memulai pernafasan
ü Lakukan rangsangan taktil
ü Bila perlu lakukan ventilasi tekanan
positif
• C= mempertahankan sirkulasi
(peredaran darah)
Rangsang
dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir
adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya
melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif
berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan
tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda
penting, yaitu:
~ Penafasan
~ Denyut jantung
~ Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai
resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila
penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan
tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan
vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
Cara
resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
- Tindakan Umum
-
Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah
mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir
dari saluran nafas yang lebih dalam.
-
Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda
achiles.
- Mempertahankan suhu tubuh.
b. Tindakan khusus
- Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten,
cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30
mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan
bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis
2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit
banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah
tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak
didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung
eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini
diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi
tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak
berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik
seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
- Asfiksia sedang/ringan
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila
dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus
segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan
aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.
Kemudian
dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu
keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan
dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil
tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif
secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker.
Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan
O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil
jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau
perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas
natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir
tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan
dengan adekuat.
Pasang
relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila
gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi
ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup
mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit
-
Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi
Langkah-Langkah Resusitasi
- Letakkan
bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti
tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
- Sisihkan
kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
- Ganjal
bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
- Hisap
lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah
bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
- Lakukan
rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan
mengusap-usap punggung bayi.
- Nilai
pernafasan. Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6
detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna
kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri
oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan
positif.
- Jika
pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
- Ventilasi
tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui
ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi
mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan
PPV 40 – 60 x / menit.
- Setelah
30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan
10.
- 100
hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
- 60
– 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
- 60
– 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai
kompresi jantung.
- <
10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
- Kompresi
jantung
Perbandingan
kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :
- Kedua
ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh
bayi.
- Jari tengah dan telunjuk menekan sternum
dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
7.
Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
8.
Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai
denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
9. Jika
denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 :
10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
10.
Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
11.
Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis
diatas tiap 3 – 5 menit.
12.
Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon
terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg
BB secara IV selama 2 menit.
Persiapan
resusitasi
Agar
tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua
faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
- Mengantisipasi
kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi
tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau
asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan
intrapartum.
- Mempersiapkan
alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara
lain :
- - Alat pemanas siap pakai –
Oksigen
- Alat pengisap
- Alat sungkup dan balon resusitasi
- Alat intubasi
- Obat-obatan
Prinsip-prinsip
resusitasi yang efektif :
- Tenaga kesehatan yang slap
pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang
hadir pada setiap persalinan.
- Tenaga kesehatan di kamar
bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi
juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
- Tenaga kesehatan yang terlibat
dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang
terkoordinasi.
- Prosedur resusitasi harus
dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus
atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
- Segera seorang bayi memerlukan
alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
c.
Pemberian
obat-obatan
Epinefrin :
Indikasi :
- Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak
30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
- Asistolik.
Dosis :
·
0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 :
10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat
diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Volume
ekspander :
Indikasi :
·
Bayi baru lahir yang dilakukan
resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
·
Hipovolemia kemungkinan akibat
adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi
kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan :
· Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl
0,9%, Ringer Laktat)
· Transfusi darah golongan O negatif jika
diduga kehilangan darah banyak.
Dosis :
-
Dosis awal 10
ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
Bikarbonat :
Indikasi :
-
Asidosis metabolik, bayi-bayi baru
lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah
baik.
-
Penggunaan bikarbonat pada keadaan
asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa
gas darah dan kimiawi.
Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2
ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)
Cara :
-
Diencerkan
dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena
dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :
-
Pada keadaan hiperosmolaritas dan
kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
Nalokson :
Nalokson hidrochlorida adalah
antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum
diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
-
Depresi pernafasan pada bayi baru
lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
-
Jangan diberikan pada bayi baru
lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan
menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml
atau 1 mg/ml)
Cara : Intravena, endotrakeal
atau bila perpusi baik diberikan i.m atau
s.c
Suportif
·
Jaga kehangatan.
·
Jaga saluran napas agar tetap bersih
dan terbuka.
·
Koreksi
gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)
·
Bagan resusitasi neonatus
2.2 SINDROM GANGGUAN NAFAS
A.
DEFINISI
Gagal
nafas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang terjadi
di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk keluar paru.
Gangguan pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer, oleh karena kapasitas
difusi CO2 jauh lebih besar dari O2 dan karena daerah yang mengalami hipoventilasi
dapat dikompensasi dengan meningkatkan ventilasi bagian paru yang normal.
Hiperkapnia adalah proses gerakan gas keluar masuk paru yang tidak adekuat
(hipoventilasi global atau general) dan biasanya terjadi bersama dengan
hipoksemia.
Sindrom gagguan nafas Merupakan gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt),
retraksi dada, adanya rintihan bayi saat ekspirasi, sianosis pada udara kamar, yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik serta adanya retraksi
suprasternal,interkostal,epigastrium saat inspirasi.Penyakit ini merupakan
penyakit membrane hialin,dimana terjadi perubahan atau kurangnya komponen
surfaktan pulmoner komponen ini merupakan suatu zat aktif pada alveoli yang
dapat mencegah kolapnya paru. Fungsi surfaktan itu sendiri adalah merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan
sisa udara pada akhir ekspirasi. Penyakit ini terjadi pada bayi mengingat
produksi surfaktan yang kurang . Pada penyakit ini kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitas menjadi terganggu dan alveolus akan kembali kolaps
pada setiap akhir ekspirasi dan pada pernafasan selanjutnya dibutuhkan tekanan
negative intra thorak yang lebih besar dengan cara inspirasi yang lebih kuat .
Keadaan kolapsnya paru dapat menyebabkan gangguan pentilasi yang akan
menyebabkan hipoksia dan asidosis. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat
penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA.
Sindrom
distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae
Gangguan pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi
oleh beberapa sebab,apabila gangguan pernapasan tersebut disertai dengan
tanda-tanda hipoksia (kekurangan oksigen),maka proknosisnya buruk dan merupakan
penyebab kematian bayi baru lahir. Kalau seandainya bayi selamat dan tetap
hidup akan beresiko tinggi dan terjadi kelainan neorologis dikemudian hari.
B. KLASIFIKASI
Hipoksemia:
Beberapa mekanisme yang menyebabkan hipoksemia dapat bekerja
secara sendiri atau
bersama-sama.
- Tekanan
partial O2 yang dihirup (PIO2) menurun. Terjadi pada tempat yang tinggi
(high altitude) sebagai respons menurunnya tekanan barometer, inhalasi gas
toksik atau dekat api kebakaran yang mengkonsumsi O2.
- Hipoventilasi.
Hipoventilasi akan menyebabkan PAO2 dan PaO2 menurun. Bila pertukaran gas
intrapulmonal tidak terganggu, penurunan PaO2 sesuai dengan menurunnya
PAO2.
- Gangguan
Difusi. Akibat pemisahan fisik gas dan darah (pada penyakit paru
interstisial) atau menurunnya waktu transit eritrosit sewaktu melalui
kapiler.
- Ketidakseimbangan
(mismatch) ventilasi/perfusi (V/Q) regional. Keadaan ini selalu
menyebabkan keadaan hipoksemia yang berarti dalam klinik. Unit paru yang
ventilasinya jelek ketimbang perfusinya menyebabkan desaturasi, yang
efeknya sebagian tergantung kadar O2 darah vena. Kadar O2 vena yang
menurun menyebabkan keadaan hipoksemia menjadi lebih jelek. Penyebab
terbanyak adalah keadaan yang menyebabkan ventilasi paru menurun atau
obstruksi saluran nafas, atelektasis, konsolidasi, udema kardiogenik atau
nonkardiogenik). Pemberian O2 dapat memperbaiki keadaan hipoksemia apabila
penyebabnya adalah gangguan ketidakseimbangan V/Q, hipoventilasi atau
gangguan difusi oleh karena PAO2 meningkat, walaupun pada daerah yang
ventilasinya jelek. Apabila penderita mendapat O2 100%, hanya daerah yang
samasekali tidak mendapat ventilasi (shunt) yang menyebabkan hipoksemia.
- Shunt.
Padashunt terjadi darah vena sistemik langsung masuk kedalam sirkulasi
arterial.Shunt dapat terjadi intrakardiak yaitu pada penyakit jantung
kongenital sianotikright-to-left atau di dalam paru darah melalui jalur
vaskuler abnormal (arterivena fistula). Penyebab paling sering adalah
penyakit paru yang menghasilkan ketidakseimbangan V/Q, dengan ventilasi
regionalnya hampir atau samasekali tidak ada.
Pencampuran (admixture) darah vena
desaturasi dengan darah arterial (SVO2). Keadaan ini akan menurunkan PAO2 pada
penderita dengan penyakit paru dan menyebabkan gangguan di pertukaran gas
intrapulmonal. Campuran saturasi O2 vena langsung dipengaruhi oleh setiap
imbalans antara konsumsi O2 dan penyampaian O2. Keadaan anemia yang tidak dapat
dikonsumsi oleh peningkatan output jantung atau output jantung yang insufisien
untuk kebutuhan metabolisme, dapat menyebabkan penurunan SVO2 dan PaO2.
Hiperkapnia.
Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan hiperkapnia
adalah:
ü Drive respiratori yang insufisien, defek ventilatori pump,
beban kerja yang sedemikian
besar
sehingga terjadi kecapaian pada otot pernafasan dan penyakit intrinsik paru
dengan ketidakseimbangan V/Q yang berat. Keadaan hiperkapnia hampir selalu
merupakan indikasi adanya insufisiensi atau gagal nafas.
ü PaCO2 = k X VCO2 / VA
Meningkatnya
VCO2 dapat disebabkan oleh febris, kejang, agitasi atau faktor lainnya. Keadaan
ini biasanya terkompensasi dengan meningkatnya VA secara cepat. Hiperkapnia
terjadi hanya apabila VA meningkatnya sedikit.
ü Hipoventilasi.
Hipoventilasi merupakan penyebab
hiperkapnia yang paling sering. Selain meningkatnya PaCO2 juga terdapat
asidosis respirasi yasng sebanding dengan kemampuan bufer jaringan dan ginjal.
Menurunnya VA, pertama dapat disebabkan oleh karena menurunnya faktor minute
ventilation (VE) yang sering disebut sebagai hipoventilasi global atau kedua,
karena meningkatnya dead space (VD). Penyebab hipoventilasi global adalah
overdosis obat yang menekan pusat pernafasan.
Dead space (VD).
Terjadi
apabila daerah paru mengalami ventilasi dengan baik, tetapi perfusinya kurang,
atau pada daerah yang perfusinya baik tetapi mendapat ventilasi dengan gas yang
mengandung banyak CO2 Dead space kurang mampu untuk eliminasi CO2. Dead space
yang meningkat akan menyebabkan hiperkapnia.
KLASIFIKASI GANGGUAN PERNAFASAN
a. Gangguan nafas berat
Dikatakan gangguan nafas berat adalah
Ø Frekuensi nafas lebih dari 60x permenit dengan
sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau marintih saat ekspirasi
b. Gangguan nafas sedang
Dikatakan gangguan nafas sedang apabila
Ø Frekuensi nafas 60 – 90x permenit dengan tarikan
dinding dada atau merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral
c. Gangguan nafas ringan
Dikatakan gangguan nafas ringan adalah
Ø Frekuensi nafas 60 -90x permenit tanpa tarikan dinding
dada tanpa merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral.
C. ETIOLOGI
Gagal nafas (yang menyebabkan
hipoksemia dan atau hiperkapnia), dapat juga disebabkan karena obstruksi
saluran nafas, disfungsi parenkim paru dan ventilatory pump failure. Supaya
pernafasan menjadi efektif, perlu tekanan intrapleura yang negatif, dan keadaan
ini dihasilkan oleh kerja otot nafas dengan iga. Kegagalan ventilatory pump
dapat disebabkan oleh disfungsi pusat nafas, disfungsi otot nafas atau kelainan
struktur dinding dada.
Anatomi saluran nafas dan parenkim parunya mungkin normal.
Kifosis dan flail chest adalah contoh kelainan perubahan struktur dinding dada
yang menyebabkan kontraksi otot nafas dan pembuatan tekanan pleura menjadi
inefisien.
Hipoventilasi
juga dapat terjadi apabila otot inspirasi diafragma dan iga dinding toraks
berkontraksi secara asinkron (pada paralisis diafragma, kuadriplegia, stroke
akut). Sebagai penyebab utama disfungsi pump pernafasan adalah kekuatan otot
yang menurun. Ketahanan serabut otot ditentukan oleh keseimbangan antara suplai
nutrisi dengan kebutuhannya. Otot pernafasan yang kekurangan nutrisi bekerjanya
menjadi inefisien dan lelah. Hiperinflasi akut yang berat juga mengurangi
efisiensipump pernafasan walaupun kekuatan masing-masing serabut otot tetap
normal.
Pada
bayi gangguan nafas biasanya di sebabkan oleh penyakit
parenkim paru-paru, misalnya penyakit membran hialin atelektatis, kelainan
perkembangan organ misalnya agenesis paru – paru ,hemia diafragmatika,
obstruksi jalan nafas , misalnya trakeomalasia , makrolasia .
D. PATOFISIOLOGIS
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang
disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif
yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini
mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35.
Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan
ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan
mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini
akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2
dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1.
Oksigenasi jaringan
menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam
organic>asidosis metabolic.
2.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel
duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin
dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran
darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang
menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi
dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya
stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala
klinis dari gagal nafas adalah nonspesifik dan mungkin minimal, walaupun
terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia yang berat. Tanda utama dari
kecapaian pernafasan adalah penggunaan otot bantu nafas, takipnea, takikardia,
menurunnya tidal volume, pola nafas ireguler atau terengah-engah (gasping) dan
gerakan abdomen yang paradoksal.
Hipoksemia
akut dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk aritmia jantung dan koma.
Terdapat gangguan kesadaran berupa konfusi. PaO2 rendah yang kronis dapat
ditoleransi oleh penderita yang mempunyai cadangan kerja jantung yang adekuat.
Hipoksia alveolar (PAO2< 60 mmHg) dapat menyebabkan vaso konstriksi
arteriolar paru dan meningkatnya resistensi vaskuler paru dalam beberapa minggu
sampai berbulan-bulan, menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi jantung
kanan (kor pulmonale) dan pada akhirnya gagal jantung kanan. Hiperkapnia dapat
menyebabkan asidemia. Menurunnya pH otak yang akut meningkatkandrive ventilasi.
Dengan berjalannya waktu, kapasitas bufer di otak meningkat, dan akhirnya
terjadi penumpulan terhadap rangsangan turunnya pH di otak dengan
akibatnyadrive tersebut akan menurun. Efek hiperkapnia akut kurang dapat
ditoleransi daripada yang kronis, yaitu berupa gangguan sensorium dan gangguan
personalia yang ringan, nyeri kepala, sampai konfusi dan narkosis.
Hiperkapnia
juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak dan peningkatan tekanan
intrakranial. Asidemia yang terjadi bila hebat (pH< 7,3) menyebabkan
vasokonstriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik, kontraktilitas
miokard menurun, hiperkalemia, hipotensi dan kepekaan jantung meningkat
sehingga dapat terjadi aritmia yang mengancam nyawa.
Tanda – tanda gangguan pernafasan pada bayi baru lahir
dapat diketahui dengan cara menghitung frekuensi pernafasan dan melihat tarikan
dinding iga serta warna kulit bayi.Ciri-cirinya
1. Nafas bayi berhenti lebih 20
detik
2. Bayi dengan sianosis sentral (
biru pada lidah dan bibir )
3. Frekuensi nafas bayi kurang 30
kali / menit
4. Frekuensi nafas bayi lebih 60
kali /menit , mungkin menunjukan tanda tambahan gangguan nafas.
F. DIAGNOSIS
Analisa
gas darah merupakan sarana utama untuk diagnosis gagal nafas. Pemeriksaan
tersebut perlu seringkali diulang untuk monitoring jalannya penyakit dan
pengobatan. Fungsi neuromuskular dapat dievaluasi dengan mengamati pola
pernafasan dan uji fungsi paru.
Driv
e pernafasan dapat dilihat dari pengamatan kecepatan pernafasan (>
30/menit), penggunaan otot bantu nafas, gerakan abdomen paradoksal.
Penghitungan fraksi dead space dan produksi CO2 dapat membantu penanganan gagal
nafas.
F. PENANGANAN
Pemberian
O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki PaO2, sampai
sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pencegahan hipertensi
pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberiannya dengan FiO2< 40%
menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan
memperberat keadaan hiperkapnia. Menurunkan kebutuhan oksigen dengan
memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dan lain-lain.
Usahakan hemoglobin sekitar 10-12 g/dl.
Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP dan
PEEP. Perbaiki elektrolit, balans pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi
iatrogenik. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis,overload cairan,
bronkospasme, sekret trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi. Kortikosteroid
jangan digunakan secara rutin. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi
posisi tegak meningkatkan volume paru yang ekuivalen dengan 5-12 cm H2O PEEP.
Posisiprone baik untu penderita ARDS.
Drainase
sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik, hidrasi
cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk
yang efektif. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi. Bronkodilator
diberikan apabila timbul bronkospasme. Penggunaan intubasi dan ventilator
apabila terjadi asidemia, hipoksemia dan disfungsi sirkulasi yang progresif.
Tindakan Yang Harus Dilakukan Pada
Bayi Yang Mengalami Gangguan Pernafasan Antara Lain:
1. Beri oksigen dengan kecepatan sedang
2. Jika bayi menglami apnea :
· Bayi
dirangsang dengan mengusap dada atau punggung bayi
· Bila bayi
tidak mulai bernafas atau mengalami sianosis sentral , nafas megap – megap atau
bunyi jantung menetap kurang dari 100 kali /menit,lakukan resusitasi dengan
memakai balon dan sungkup.
3. Kaji ulang temuan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik
4. Periksa kadar glukosa darah.Bila
kadar glukosa kurang dari 40 mg, tangani sebagai hipoglikemia
5. Berikan perawatan selanjutnya dan
tentukan gangguan nafas berat manejemen spesifik menurut jenis gangguan
nafasnya
6. Tentukan apakah gangguan nafas
berat,sedang atau ringan
Cara
mencegah terjadinya gangguan pernafasan:
Jadi untuk
mencegah terjadinya ganguan pernapasan Segera lakukan resusitasi pada bayi baru
lahir, apabila bayi :
-
tidak bernapas sama sekali / bernapas dengan megap-megap
-
bernapas kurang dari 20 kali per menit
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asfiksia
adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
· Tidak bernafas atau bernafas
megap-megap
· Warna kulit kebiruan
· Kejang
· Penurunan kesadaran
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu : Memastikan
saluran terbuka, Memulai pernafasan, Mempertahankan sirkulasi.
Sindrom gagguan nafas Merupakan gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt),
retraksi dada, adanya rintihan bayi saat ekspirasi, sianosis pada udara kamar, yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik serta adanya retraksi
suprasternal,interkostal,epigastrium saat inspirasi.Penyakit ini merupakan
penyakit membrane hialin,dimana terjadi perubahan atau kurangnya komponen
surfaktan pulmoner komponen ini merupakan suatu zat aktif pada alveoli yang
dapat mencegah kolapnya paru. Fungsi surfaktan itu sendiri adalah merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan
sisa udara pada akhir ekspirasi. Penyakit ini terjadi pada bayi mengingat
produksi surfaktan yang kurang .
3.2 Saran
Penolong
persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal
itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit
dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap
terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi
pada setiap pertolongan persalinan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2005.
Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika
Markum,AH,
1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta, Indonesia
Kosim Soleh, dkk. 2005. Buku Panduan Manajemen Bayi Baru Lahir Untuk
Dokter, Perawat, Bidan di Rumah Sakit Rujukan Dasar. Departemen Kesehatan
RI : Jakarta.